Selasa, 15 November 2011

Pengolahan Limbah


1 Pengolahan Limbah Secara Fisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.

2.Pengolahan Limbah Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

3.Pengolahan Limbah
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara nbiologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara bologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

1.Reaktor pertumbuhan tersuspensi(suspended growthreaktor);

2.Reaktor pertumbuhan lekat(attachedgrowthreaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.

·Reuse:
Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dapat digunakan sebagai alternatif pakan ternak. Hal tersebut dilakukan karena dalam ampas tahu terdapat kandungan gizi. Yaitu, protein (23,55 persen), lemak (5,54 persen), karbohidrat (26,92 persen), abu (17,03 persen), serat kasar (16,53 persen), dan air (10,43 persen). Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan,khususnya perairan.

·Recycle:

Larutan bekas pemasakan dan perendaman dapat didaur ulang kembali dan digunakan sebagai air pencucian awal kedelai. Perlakuan hati-hati juga dilakukan pada gumpalan tahu yang terbentuk dilakukan seefisien mungkin untuk mencegah protein yang terbawa dalam air dadih.

3.Materi

Perombakan (degradasi) limbah cair organik akan menghasilkan gas metana, karbondioksida dan gas-gas lain serta air. Perombakan tersebut dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Pada proses aerobik limbah cair kontak dengan udara, sebaliknya pada kondisi anaerobik limbah cair tidak kontak dengan udara luar.

Biasanya biogas dibuat dari limbah peternakan yaitu kotoran hewan ternak maupun sisa makanan ternak, namun pada prinsipnya biogas dapat juga dibuat dari limbah cair. Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas metana bersifat tidak berbau, tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Pada umumnya di alam tidak berbentuk sebagai gas murni namun campuran gas lain yaitu metana sebesar 65%, karbondioksida 30%, hidrogen disulfida sebanyak 1% dan gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1 US gallon = 3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga cukup 150ft3 perhari.

Proses dekomposisi limbah cair menjadi biogas memerlukan waktu sekitar 8-10 hari. Proses dekomposisi melibatkan beberapa mikroorganisme baik bakteri maupun jamur, antara lain :

a.Bakteri selulolitik
Bakteri selulolitik bertugas mencerna selulosa menjadi gula. Produk akhir yang dihasilkan akan mengalami perbedaan tergantung dari proses yang digunakan. Pada proses aerob dekomposisi limbah cair akan menghasilkan karbondioksida, air dan panas, sedangkan pada proses anaerobik produk akhirnya berupa karbondioksida, etanol dan panas.

b.Bakteri pembentuk asam

Bakteri pembentuk asam bertugas membentuk asam-asam organik seperti asam-asam butirat, propionat, laktat, asetat dan alkohol dari subtansi-subtansi polimer kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat. Proses ini memerlukan suasana yang anaerob. Tahap perombakan ini adalah tahap pertama dalam pembentukan biogas atau sering disebut tahap asidogenik.

c. Bakteri pembentuk metana
Golongan bakteri ini aktif merombak asetat menjadi gas metana dan karbondioksida. Tahap ini disebut metanogenik yang membutuhkan suasana yang anaerob, pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mematikan bakteri metanogenik.


4.Biaya:

*Biaya Langsung

 Biaya bahan baku : Kacang Kedelai, mikroorganisme atau bakteri pendukung proses pengolahan

*Biaya tidak Langsung: upah pekerja, perawatan peralatan.

5.Energi

Penggunaan limbah tahu cair sebagai bahan baku pembuatan biogas memanfaatkan bahan-bahan yang dapat diperbaharui seperti penggunaan bakteri atau mikroorganisme pada proses pengolahannya. Sehingga pada proses pengolahan tersebut dapat mengemat energi.

5.Produk Baru

Produk yang dihasilkan dari pengolahan limbah tahu cair adalah biogas. Bio gas sangat bermanfaat bagi alat kebutuhan rumah tangga/kebutuhan sehari-hari, misalnya sebagai bahan bakar kompor (untuk memasak), lampu, penghangat ruangan/gasolec, suplai bahan bakar mesin diesel, untuk pengelasan (memotong besi), dan lain-lain. Sedangkan manfaat bagi lingkungan adalah dengan proses fermentasi oleh bakteri anaerob (Bakteri Methan) tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan parameter BOD dan COD akan berkurang sampai dengan 98% dan air limbah telah memenuhi standard baku mutu pemerintah sehingga layak di buang ke sungai. Bio gas secara tidak langsung juga bermanfaat dalam penghematan energi yang berasal dari alam, khususnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (minyak bumi) sehingga sumber daya alam tersebut akan lebih hemat dalam penggunaannya dalam jangka waktu yang lebih lama lagi.










Limbah industri tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai. Untuk memproduksi 1 ton tahu atau tempe dihasilkan limbah sebanyak 3000 – 5000 Liter. Sumber limbah cair pabrik tahu berasal dari proses merendam kedelai serta proses akhir pemisahan jonjot-jonjot tahu. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman ini dapat berupa kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan dalam air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini akan mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan maka akan menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya.
Dalam proses pembuatan tahu menghasilkan dua jenis limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau yang sering kita sebut ampas tahu dapat diolah kembali menjadi oncom atau dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak, seperti ayam, bebek, sapi, kambing dan sebagainya.
Gambar 3. Ampas Tahu
      
Gambar 4. Oncom                   Gambar 5. Pakan Ampas Tahu
Pengolahan limbah yang berwujud zat cair biasanya melalui berbagai proses di antaranya, limbah cair yang dihasilkan akan ditampung didalam dua septictank, septictank yang berukuran lebih besar daripada septictank yang satunya. Kemudian disalurkan ke sebuah drum besar yang ditanam di dalam tanah, setelah air terkumpul akan keluar dengan sendirinya dan limbah yang lain akan mengendap yang kemudian akan dibuang langsung ke lingkungan dengan meninggalkan bau busuk. Sedangkan air yang keluar dari drum akan ditampung lagi di penampungan seperti kolam kecil yang nantinya akan menghasilkan endapan yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan berupa air yang dibuang langsung ke sungai tanpa dengan bahaya yang cukup besar.
Gambar 7. Pupuk Dari Limbah Cair Pabrik Tahu
Limbah industri tahu yang berupa cair dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan bio-gas. Bio-gas sendiri adalah gas pembusukan bahan organik oleh bakteri dalam kondisi anaerob. Gas bio tersebut campuran dari berbagai gas antara lain: CH4 (54-70%), CO2(27-45%), O2(1-4%), N2(0,5-3%), CO(1%) dan H2S. Campuran gas ini mudah terbakar bila kandungan CH4 (Methana) melebihi 50%. Air limbah industri tahu ini mempunyai kandungan Methana (CH4) lebih dari 50% sehingga sangat memungkinkan untuk bahan sumber energi gas Bio-gas. Untuk daerah tropis seperti Indonesia, Kontruksi fixed Domed Digester (Digester Permanen). Digester permanen bahannya dari pasangan batu bata, pasangan batu kali, atau beton dengan ruangan penyimpanan gas di atasnya. Digester ruangan gasnya sudah tetap sehingga bila produksi gasnya lebih akan terbuang keluar melalui lubang pengeluaran. Saat tekanan gas tinggi maka slurry akan terdorong ke bak pelimpahan selanjutnya akan meluap keluar melalui lubang pengeluaran secara otomatis dan mengalir ke bak an aerobic sistem. Bila gas digunakan maka tekanan akan berkurang dan slurry masuk kembali ke digester. Digester permanen ini pembangunannya harus teliti karena bila terjadi salah membangunnya atau tidak hati-hati misalnya sampai terjadi lubang sebesar jarum berarti digester tersebut bocor. Berikut ini adalah proses terjadinya gas bio, setelah pembangunan selesai, air limbah tahu dimasukkan ke dalam digester. Pengisian ini hingga penuh melimpah ke dasar bak pelimpahan. Kemudian tutup digester dipasang dengan tanah liat sebagai sealnya dan diatasnya diisi dengan air hingga penuh. Air limbah terus dimasukkan. Pada kondisi anaerob, maka bakteri akan menguraikan bahan organik yang mengandung protein, lemak suhu antara 150C-350C, suhu optimal antara 320C-350C,dan setelah ± 30 hari akan dihasilkan bio gas.
Bio gas sangat bermanfaat bagi alat kebutuhan rumah tangga/kebutuhan sehari-hari, misalnya sebagai bahan bakar kompor (untuk memasak), lampu, penghangat ruangan/gasolec, suplai bahan bakar mesin diesel, untuk pengelasan (memotong besi), dan lain-lain. Sedangkan manfaat bagi lingkungan adalah dengan proses fermentasi oleh bakteri anaerob (Bakteri Methan) tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan parameter BOD dan COD akan berkurang sampai dengan 98% dan air limbah telah memenuhi standard baku mutu pemerintah sehingga layak di buang ke sungai. Bio gas secara tidak langsung juga bermanfaat dalam penghematan energi yang berasal dari alam, khususnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (minyak bumi) sehingga sumber daya alam tersebut akan  lebih hemat dalam penggunaannya dalam jangka waktu yang lebih lama lagi (Rudi Prasetyo, 2008).
Penanganan limbah tahu dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan tahu yang lebih baik dan sedikit menghasilkan limbah, dengan penerapan produksi bersih (cleaner production). Produksi Bersih (Cleaner Production) merupakan upaya penanganan pencemar secara preventif. Produksi Bersih didefinisikan sebagai:  Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan (Kebijakan Nasional Produksi Bersih, KLH 2003).
Kegiatan Produksi Bersih dimulai dari strategi 5R yaitu berpikir ulang (re-think) untuk pencegahan (elimination) pengurangan (reduce), pakai ulang (reuse), daur ulang (recycle) dan pungut ulang (recovery) limbah. Dengan demikian maka pendekatan Produksi Bersih akan meningkatkan efisiensi produksi dan jasa, mengurangi timbulan limbah, mengurangi biaya produksi atau biaya operasi, meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) menjadi sebuah tatanan yang memiliki keterkaitan antara proses satu dengan lainnya. Pengelohan Limbah terpadu saat ini cenderung mengarah pada sebuah pengolahan yang bisa menghasilkan sebuah benefit finansial yang menguntungkan untuk semua pihak. Prinsip terpadu dalam pengolahan limbah diterapkan dalam sebuah siklus ekologi industri. Konsep ini berawal dari sistem biologi yang dikenal dengan sebuah ekosistem yang didalamnya terdapat sebuah rantai makanan bagi spesies yang ada di dalamnya.
Upaya penerapan produksi bersih (cleaner production) dengan cara penataan proses produksi yang baik dari mulai tempat proses pencucian, penempatan peralatan yang tepat, penggunaan air yang bersih sehingga limbah padat maupun limbah cair berkurang merupakan salah satu dari upaya pengelolaan limbah yang mengacu pada prinsip 3R yaitu Reduce (upaya pengurangan). Selain itu, upaya Reduce yang lainnya dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroalga dapat mengatasi limbah pabrik tahu. Teknologi pembiakan Chlorella sp. dapat dikembangkan sehingga secara terus-menerus dapat mengubah limbah cair tahu menjadi biomassa. Dengan memanfaatkan mikroalga Chlorella sp. Ini dapat juga menurunkan nilai kandungan BOD dan COD dari limbah cair pabrik tahu yang dihasilkan.
Upaya Reuse (penggunaan kembali) dapat dilakukan dengan memanfaatkan limbah padat ampas tahu sebagai pakan ternak. Keberadaan ampas tahu di tanah air cukup melimpah, murah dan mudah didapat. Produk sampingan pabrik tahu ini apabila telah mengalami fermentasi dapat meningkatkan kualitas pakan dan memacu pertumbuhan ayam pedaging. Produk sampingan pabrik ampas tahu ini telah digunakan sebagai pakan babi, sapi bahkan ayam pedaging. Namun karena kandungan air dan serat kasarnya yang tinggi, maka penggunaannya menjadi terbatas dan belum memberikan hasil yang baik. Guna mengatasi tingginya kadar air dan serat kasar pada ampas tahu maka dilakukan fermentasi. Fakta menunjukkan bahwa penggunaan ampas tahu sebagai pakan ternak ini menunjukkan pertumbuhan yang positif pada ternak.
Reclye (mendaur ulang kembali) adalah upaya yang ketiga yang dapat dilakukan dalam pengelolaan limbah yang mengacu pada prinsip 3R. Upaya- upaya yang dapat dilakukan adalah mendaur ulang ampas tahu ini menjadi kecap ampas tahu, oncom, pupuk cair, dan bahan bakar biogas. Limbah cair pembuatan tahu bisa disulap menjadi pupuk organik cair yang kaya manfaat. Selain harganya murah hasil pertaniannya juga bisa lebih baik. Sebagai pengganti pupuk urea, pupuk cair dari limbah tahu sangat dibutuhkan tanaman.
Jika ditinjau dari segi ekonomi dan penggunaan energi, pemanfaatan limbah pabrik pembuatan tahu ini dapat memberikan keuntungan yang cukup banyak. Bio gas sangat bermanfaat dalam berbagai hal seperti sebagai bahan bakar kompor (untuk memasak), lampu, penghangat ruangan/gasolec, suplai bahan bakar mesin diesel, untuk pengelasan (memotong besi), dan lain-lain. Dan secara tidak langsung bio gas berperan dalam penghematan sumber energi yang ada di bumi ini. Walaupun harga pembuatan IPAL biogas cukup mahal tetapi dengan keutungan yang diperoleh secara terus – menerus dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pemanfaatan biogas ini karena harga bahan bakar minyak sekarang ini semakin meningkat. Pemanfaatan limbah cair tahu sebagai pupuk juga dapat memberikan keutungan bagi para penggunanya karena selain mengurangi penggunaan pupuk kimia (urea), hal ini juga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi para produsen pupuk cair dari limbah tahu tersebut. Harga pupuk cair dari limbah tahu ini biasanya dijual Rp 4.000 per liter.
Pemanfaatan ampas tahu sebagai kecap ampas tahu, pakan ternak, dan oncom juga dapat menghasilkan pendapatan bagi para produsennya. Karena dengan teknologi yang sederhana, hal tersebut dapat dilakukan oleh semua orang. Dari segi biaya yang diperlukan untuk pengelolaan limbah tahu ini tidak memerlukan biaya yang besar, karena biaya langsung seperti bahan baku dan tenaga kerja sudah tersedia dan tidak perlu mengeluarkan biaya lagi. Sedangkan biaya tak langsung seperti biaya overhead tidak terlalu besar.
Produksi bersih merangkum semua konsep pencegahan. Konsep pencegahan yang paling awal yaitu minimisasi limbah (waste minimization), pencegahan pencemaran (pollution prevention) dan pengurangan pemakaian bahan beracun yang dihasilkan oleh industri tahu yang kesemuanya terfokus pada kata kunci dampak lingkungan, limbah berbahaya, bahan-bahan beracun dan pencemaran. Konsep pencegahan yang baru yaitu berdasarkan sasaran pada pengurangan dampak lingkungan melalui siklus daur hidup produk (life cycle analysis), dengan fokus pada desain produk ramah lingkungan (design for environment) atau pada pendekatan baru berdasarkan nilai tambah yaitu eco-efficiency.  Eco-efficiency dan Produksi Bersih merupakan konsep yang saling melengkapi. Eco-efficiency lebih ditujukan pada strategi bisnis efisien yang memberikan dampak positif bagi lingkungan sedangkan Produksi Bersih pada sisi operasional atau produksi dengan pencegahan dan pengurangan timbulan limbah yang berdampak positif pada peningkatan efisiensi dan produktivitas. Dengan pengelolaan yang baik dari segala sesuatu yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu ini, otomatis akan memberikan nilai tambah bagi produk tersebut dan lebih ramah lingkungan. Selain itu, pengelolaan secara waste to product ini dapat mengefisiensikan biaya yang harus dikeluarkan, materi yang digunakan, dan energi untuk membuat produk baru dari bahan baku limbah.

Rabu, 09 November 2011

Bagaimana Terjadinya Petir ?

Petir merupakan hasil pemisahan muatan listrik secara alami di dalam awan badai. Di dalam awan terjadi pemisahan muatan. Beberapa teori menyatakan bahwasanya didalam awan badai, terdapat kristal es bermuatan positif, sedangkan titik air bermuatan negatif. Mekanisme selanjutnya adalah peluahan petir yang diawali dengan pengembangan sambaran perintis (stepped downward leader ). Gerakan ke bawah ini bertahap sampai dekat ke tanah, sehingga muatan negatif yang dibawa oleh stepped leader tersebut
memperbesar induksi muatan positif di permukaan tanah, akibatnya gradien tegangan antara dasar awan dengan tanah semakin besar.
Apabila kedua akumulasi muatan ini saling tarik, maka muatan positif dalam jumlah yang besar akan bergerak ke atas menyambut gerakan stepped leader yang bergerak kebawah, akhirnya terjadi kontak pertemuan antara keduanya. Gerakan keatas muatan positif tersebut membentuk suatu streamer yang bergerak ke atas (upward moving streamer), atau yang lebih populer disebut sebagai sambaran balik (return stroke) yang menyamakan perbedaan potensial.
Ruang proteksi dari suatu penangkal petir adalah berbentuk kerucut dengan sudut puncak kerucut berkisar antara 30 derajat hingga 60 derajat. Besarnya jari-jari ini sama dengan besarnya jarak sambar dari lidah petir. Jarak sambar dari lidah petir ini ditentukan oleh besarnya arus petir yang terjadi. Dengan demikian, derajat kelengkungan dari bidang miring kerucut dipengaruhi oleh besarnya arus petir yang terjadi.
Sambaran petir dapat menimbulkan gangguan pada sistem tenaga listrik. Pada bangunan bertingkat atau menara, efek gangguan akibat sambaran petir ini semakin besar sesuai dengan semakin tingginya bangunan tersebut.
Kebutuhan bangunan akan proteksi petir ditentukan dengan cara klasifikasi area tempat bangunan atau dengan perhitungan menggunakan paramater hari guruh dan koefisien Ng, Nd dan Ne.
Suatu instalasi proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari suatu bangunan, termasuk manusia dan peralatan yang ada di dalamnya terhadap bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir.
Penentuan besarnya kebutuhan bangunan akan proteksi petir menggunakan standar Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP), National Fire Protection Association (NFPA) 780 dan International Electrotechnical Commision (IEC)1024-1-1.
Pada tower yang tinggi dan memiliki jarak antar menara yang lebar, sambaran petir yang mengenai tower tersebut akan semakin banyak. Hal ini menunjukan bahwa jumlah sambaran yang mengenai menara dipengaruhi oleh tinggi menara dan lebar span
(jarak antar menara). Semakin tinggi menara maka lebar daerah perlindungan semakin besar, sehingga luasan daerah perlindungan antar menara juga lebar. Pada daerah yang lebar kemungkinan petir menyambar daerah tersebut juga akan semakin tinggi.
Untuk penentuan kebutuhan akan Proteksi Petir dapat dilakukan penentuan jenis kategori menara berdasar pada Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP)
Grounding adalah penghubung bagian-bagian peralatan listrik yang pada keadaan normal tidak dialiri arus. Tujuannya adalah untuk membatasi tegangan antara bagian-bagian peralatan yang tidak dialiri arus dan antara bagian-bagian ini dengan tanah sampai pada suatu harga yang aman untuk semua kondisi operasi, baik kondisi normal maupun saat terjadi gangguan.
Kontinuitas penyaluran tenaga listrik sangat tergantung dari keandalan sistem groundingnya. Sebuah bangunan gedung agar terhindar dari bahaya sambaran petir dibutuhkan nilai tahanan grounding <5 ohm (PUIL 2000), sedangkan untuk grounding peralatan-peralatan elekronika dibutuhkan nilai tahanan grounding < 3 ohm bahkan beberapa perangkat membutuhkan nilai tahanan <1 ohm. Untuk mendapatkan nilai tahanan grounding yang sekecil mungkin sangat sulit, karena nilai tahanan grounding dipengaruhi beberapa factor seperti : jenis tanah, jenis sistem grounding, suhu dan kelembaban, kandungan elektrolit tanah dan lainlain.
Untuk dapat memperkecil nilai tahanan grounding dapat dilakukan dengan penambahan zat aditip pada tanah. Zat aditip tersebut dapat berupa garam, bentonit, air, serbuk besi dan lain-lain. Namun zat aditif tersebut memiliki keterbatasan umur. Zat aditif tidak dapat berfungsi dengan baik pada waktu yang cukup lama. Sebuah sistem grounding harus dievaluasi setiap 6 bulan untuk mengetahui kelayakan operasi sistem grounding untuk dapat dilanjutkan (PUIL,2000) akibat penurunan kualitas tahanan grounding.

Pemasangan Grounding

Grounding adalahpenghubung bagian-bagian peralatan listrik yang pada keadaan normal tidak dialiri arus. Tujuannya adalah untuk membatasi tegangan antara bagian-bagian peralatan yang tidak dialiri arus dan antara bagian-bagian ini dengan tanah sampai pada suatu harga yang aman untuk semua kondisi operasi, baik kondisi normal maupun saat terjadinya gangguan (trouble).
Kontinuitas penyaluran tenaga listrik sangat tergantung dari keandalan sistem groundingnya. Sebuah bangunan gedung agar terhindar dari bahaya sambaran petir dibutuhkan nilai tahanan grounding <5 ohm (PUIL 2000), sedangkan untuk grounding peralatan-peralatan elekronika dibutuhkan nilai tahanan grounding <3 ohm bahkan beberapa perangkat membutuhkan nilai tahanan grounding <1 ohm. Untuk mendapatkan nilai tahanan grounding yang sekecil mungkin sangat sulit, karena nilai tahanan grounding dipengaruhi beberapa factor seperti : jenis tanah, jenis sistem grounding, suhu dan kelembaban, kandungan elektrolit tanah dan lainlain.
Untuk dapat memperkecil nilai tahanan grounding dapat dilakukan dengan penambahan zat aditip pada tanah. Zat aditip tersebut dapat berupa garam, bentonit, air, serbuk besi dan lain-lain. Namun zat aditif tersebut memiliki keterbatasan umur. Zat aditif tidak dapat berfungsi dengan baik pada waktu yang cukup lama. Sebuah sistem grounding harus dievaluasi setiap 6 bulan untuk mengetahui kelayakan operasi sistem grounding untuk dapat dilanjutkan (PUIL,2000) akibat penurunan kualitas tahanan grounding.
Beberapa jenis elektroda grounding yang biasa digunakan :
1. Elektroda Pita
2. Elektroda Batang
3. Elektroda Pelat
Pemilihan ukuran diameter konduktor grounding dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Tidak melebur atau rusak apabila dialiri arus kesalahan yang mungkin terjadi.
2. Tahan secara mekanis terhadap tekanan-tekanan yang mungkin timbul.
3. Mempunyai konduktivitas yang baik dan merata.
Klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda, tapi mempunyai sifat yang serupa kedalam kelompok-kelompok atau sub-sub kelompok tertentu. Dari sudut pandang teknis, tanah dapat digolongkan menjadi beberapa pokok yaitu : Batu krikil (gravel), pasir ( Sand), Lanau (Silt), Lempung (Clay).
Jenis tanah pada daerah kedalaman yang terbatas tergantung dari beberapa faktor yaitu :
1. Jenis tanah : tanah liat, berpasir, berbatu dan lain-lain.
2. Lapisan tanah : berlapis-lapis dengan tahanan berbeda atau uniform.
3. Kelembaban tanah.
4. Temperatur.
Teknik Pengkondisian Tanah terdapat bermacam-macam yaitu : teknik bentonit, teknik kokas atau arang, teknik tepung logam, teknik garam, teknik semen konduktif.
Komposisi zat-zat kimia dalam tanah
Adanya kandungan zat-zat kimia pada tanah terutama zat-zat rganic maupun zat anorganik yang dapat larut sangat penting diperhatikan pada keperluan penanaman sistem grounding. Pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi biasanya mempunyai tahanan jenis tanah yang tinggi dipermukaan yang disebabkan karena kandungan garam pada lapisan atas akan larut (Huwae, 2004).

Elektroda Batang

Nilai Tahanan Grounding Tower

Tower adalah merupakan salah satu bagian dari komponen sistem telekomunikasi yang sangat penting mempunyai kemungkinan sangat besar mengalami bahaya yang disebabkan oleh timbulnya gangguan petir sehingga arus yang mengalir ke tanah menyebabkan induksi yang membahayakan peralatan telekomunikasi. Misalnya akibat isolasi peralatan yang tidak berfungsi dengan baik. Arus gangguan tersebut akan mengalir pada bagian bagian peralatan yang terbuat dari metal dan juga mengalir dalam tanah di sekitar Tower. Arus gangguan ini menimbulkan gradien tegangan diantara peralatan dengan peralatan, peralatan dengan tanah dan juga gradien tegangan pada permukaan tanah itu sendiri. Besarnya gradien tegangan pada permukaan tanah tergantung pada tahanan jenis tanah atau sesuai dengan struktur tanah tersebut. Salah satu usaha untuk memperkecil tegangan permukaan tanah maka diperlukan suatu grounding yaitu dengan cara menambahkan elektroda grounding yang ditanam ke dalam tanah. Oleh karena lokasi Tower  yang tersebar di berbagai Site kemungkinannya mempunyai struktur tanah berlapis-lapis maka diperlukan perencanaan grounding yang sesuai, dengan tujuan untuk mendapatkan tahanan grounding yang kecil sehingga tegangan permukaan yang timbul tidak membahayakan baik dalam kondisi normal maupun saat terjadi gangguan ke tanah. Dalam paper ini analisa dilakukan dengan menggunakan elektroda batang (Rod) dengan berbagai jenis pemasangannya.
Grounding peralatan adalah penghubungan bagian bagian peralatan listrik yang pada keadaan normal tidak dialiri arus. Tujuannya adalah untuk membatasi tegangan antara bagian bagian peralatan yang tidak dialiri arus dan antara bagian bagian ini dengan tanah sampai pada suatu harga yang aman untuk semua kondisi operasi baik kondisi normal maupun saat terjadi gangguan. Sistem grounding ini berguna untuk memperoleh potensial yang merata dalam suatu bagian struktur dan peralatan serta untuk memperoleh impedansi yang rendah sebagai jalan balik arus hubung singkat ke tanah. Bila arus hubung singkat ke tanah dipaksakan mengalir melalui tanah dengan tahanan yang tinggi akan menimbulkan perbedaan tegangan yang besar dan berbahaya.
Dalam analisis ini digunakan beberapa parameter yaitu kedalaman penanaman elektroda grounding, panjang elektroda batang, jumlah elektroda batang (rod), ketebalan lapisan tanah bagian pertama dan tahanan jenis tanah tiap lapisan dengan menggunakan beberapa asumsi yaitu:
  • Lapisan-lapisan tanah sejajar terhadap permukaan tanah.
  • Tahanan jenis tanah adalah konstan untuk setiap lapisan.
  • Analisa hanya dilakukan untuk elektroda rod
  • Panjang rod (L) untuk semua kemungkinan pemasangan adalah sama (3.5 meter)
Pada saat terjadi gangguan, arus gangguan yang dialirkan ke tanah akan menimbulkan perbedaan tegangan pada permukaan tanah yang disebabkan karena adanya tahanan tanah. Jika pada waktu gangguan itu terjadi seseorang berjalan di atas switch yard sambil memegang atau menyentuh suatu peralatan yang digroundingkan yang terkena gangguan, maka akan ada arus mengalir melalui tubuh orang tersebut. Arus listrik tersebut mengalir dari tangan ke kedua kaki dan terus ke tanah, bila orang tersebut menyentuh suatu peralatan atau dari kaki yang satu ke kaki yang lain, bila ia berjalan di switch yard tanpa menyentuh peralatan. Arus ini yang membahayakan orang dan biasanya disebut arus kejut. Berat ringannya bahaya yang dialami seseorang tergantung pada besarnya arus listrik yang melalui tubuh, lamanya arus tersebut mengalir dan frekuensinya.

1. Arus Melalui Tubuh Manusia

Kemampuan tubuh manusia terhadap besarnya arus yang mengalir di dalamnya terbatas dan lamanya arus yang masih dapat ditahan sampai yang belum membahayakan sukar ditetapkan. Berdasarkan hal ini maka batas – batas arus berdasarkan pengaruhnya terhadap tubuh manusia dijelaskan berikut ini .
Bila seseorang memegang penghantar yang diberi tegangan mulai dari harga nol dan dinaikkan sedikit demi sedikit, arus listrik yang melalui tubuh orang tersebut akan memberikan pengaruh. Mula mula akan merangsang syaraf sehingga akan terasa suatu getaran yang tidak berbahaya bila dengan arus bolak balik dan akan terasa sedikit panas pada telapak tangan bila dengan arus searah (arus persepsi) Bila tegangan yang menyebabkan terjadinya tingkat arus persepsi dinaikkan lagi maka orang akan merasa sakit dan kalau terus dinaikkan maka otot-otot akan kaku sehingga orang tersebut tidak berdaya lagi untuk melepaskan konduktor tersebut.
Apabila arus yang melewati tubuh manusia lebih besar dari arus yang mempengaruhi otot dapat mengakibatkan orang menjadi pingsan bahkan sampai mati, hal ini disebabkan arus listrik tersebut mempengaruhi jantung sehingga jantung berhenti bekerja dan peredaran darah tidak jalan.

2. Tahanan Tubuh Manusia

Tahanan tubuh manusia berkisar di antara 500 Ohm sampai 100.000 Ohm tergantung dari tegangan, keadaan kulit pada tempat yang mengadakan hubungan (kontak) dan jalannya arus dalam tubuh. Kulit yang terdiri dari lapisan tanduk mempunyai tahanan yang tinggi, tetapi terhadap tegangan yang tinggi kulit yang menyentuh konduktor langsung terbakar, sehingga tahanan dari kulit ini tidak berarti apa-apa. Tahanan tubuh manusia ini yang dapat membatasi arus. Berdasarkan hasil penyelidikan oleh para ahli maka sebagai pendekatan diambil harga tahanan tubuh manusia sebesar 1000 Ohm.

3. Karakteristik Tanah

Karakteristik tanah merupakan salah satu faktor yang mutlak diketahui karena mempunyai kaitan erat dengan perencanaan dan sistem grounding yang akan digunakan. Sesuai dengan tujuan grounding bahwa arus gangguan harus secepatnya terdistribusi secara merata ke dalam tanah, maka penyelidikan tentang karakteristik tanah sehubungan dengan pengukuran tahanan dan tahanan jenis tanah merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi besarnya tahanan grounding. Pada kenyataannya tahanan jenis tanah harganya bermacam-macam, tergantung pada komposisi tanahnya dan faktor faktor lain.
Untuk memperoleh harga tahanan jenis tanah yang akurat diperlukan pengukuran secara langsung pada lokasi pembangunan Tower karena struktur tanah yang sesungguhnya tidak sesederhana yang diperkirakan. Pada suatu lokasi tertentu sering dijumpai beberapa jenis tanah yang mempunyai tahanan jenis yang berbeda-beda (non uniform). Pada pemasangan sistem grounding dalam suatu lokasi Tower, tidak jarang peralatan grounding tersebut ditanam pada dua atau lebih lapisan tanah yang berbeda yang berarti bahwa tahanan jenis tanah di tempat itu tidak sama.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tahanan jenis tanah antara lain: Pengaruh temperatur, pengaruh gradien tegangan, pengaruh besarnya arus, pengaruh kandungan air dan pengaruh kandungan bahan kimia. Pada sistem pengetanahan yang tidak mungkin atau tidak perlu untuk ditanam lebih dalam sehingga mencapai air tanah yang konstan, variasi tahanan jenis tanah sangat besar. Kadangkala pada penanaman elektroda memungkinkan kelembaban dan temperatur bervariasi, untuk hal seperti ini harga tahanan jenis tanah harus diambil dari keadaan yang paling buruk, yaitu tanah kering dan dingin. Berdasarkan harga inilah dibuat suatu perencanaan pengetanahan.
Perbedaan tahanan jenis tanah akibat iklim biasanya terbatas sampai kedalaman beberapa meter dari permukaan tanah, selanjutnya pada bagian yang lebih dalam secara praktis akan konstan.

4. Konduktor Grounding

Konduktor yang digunakan untuk grounding harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:
  • Memiliki daya hantar jenis (conductivity) yang cukup besar sehingga tidak akan memperbesar beda potensial lokal yang berbahaya.
  • Memiliki kekerasan (kekuatan) secara mekanis pada tingkat yang tinggi terutama bila digunakan pada daerah yang tidak terlindung terhadap kerusakan fisik.
  • Tahan terhadap peleburan dari keburukan sambungan listrik, walaupun konduktor tersebut akan terkena magnitude arus gangguan dalam waktu yang lama.
  • Tahan terhadap korosi.

5. Penentuan panjang elektroda grounding

Kebutuhan akan konduktor grounding pada umumnya baru diperkirakan setelah diketahui tata letak peralatan yang akan diketanahkan serta sistem grounding yang akan digunakan. Sebagai dasar pertimbangan dalam penentuan panjang konduktor grounding umumnya digunakan tegangan sentuh, bukan tegangan langkah dan tegangan pindah. Hal ini disebabkan karena tegangan langkah yang timbul di dalam instalasi yang terpasang pada switch yard umumnya lebih kecil daripada tegangan sentuh tersebut.
Grounding peralatan Tower mula mula dilakukan dengan menanamkan batang konduktor tegak lurus permukaan tanah (rod). Penelitian selanjutnya dengan sistem penanaman elektroda secara horisontal dengan bentuk kisi-kisi (grid) dan gabungan sistem grid dengan rod.

6. Penentuan Jumlah Batang Pengetanahan

Pada saat arus gangguan mengalir antara batang pengetanahan dengan tanah, tanah akan menjadi panas akibat i2 . Suhu tanah harus tetap di bawah 100 0 C untuk menjaga jangan sampai terjadi penguapan air kandungan dalam tanah dan kenaikan tahanan jenis tanah.

7. Bentuk-Bentuk Elektroda Grounding

7.1 Grounding Rod (Elektroda Batang )

Di bawah ini diperlihatkan disribusi tegangan yang terjadi untuk satu batang elektroda dan dua batang elektroda yang ditanam tegak lurus ke dalam tanah, dimana arus kesalahan mengalir dari elektroda tersebut ke tanah sekitarnya.
Gambar 1
dimana Ux : teagangan elektroda grounding atau tegangan antara elektroda dengan tanah
x : jarak dari elektroda
Gambar 2
Dengan demikian untuk jumlah elektroda yang lebih banyak yang ditanam tegak lurus ke dalam tanah maka tahanan grounding semakin kecil dan distribusi tegangan akan lebih merata.

7.1.1 Satu batang elektroda yang ditanam tegak lurus ke dalam tanah

Dari suatu konduktor terdapat hubungan antara tahanan dan kapasitansi sebesar :
R = / 2C   (11)
dimana :
R : tahanan (Ohm)
 : tahanan jenis tanah tiap lapisan (Ohm-m)
C : kapasitansi (statt Farad)
Kapasitansi ini termasuk kapasitansi dari bayangan konduktor yang ditanam ke dalam tanah. Pada gambar-3 satu batang elektroda berbentuk selinder dengan panjang L yang ditanam tegak lurus permukaan tanah berdiameter 2a, dengan bayangan di atas permukaan tanah. Untuk menghitung kapasitansi elektroda grounding dan bayangan, digunakan metode potensial rata rata menurut G.W.O Home. Dalam persoalan grounding, elektroda grounding merupakan bahan penghantar yang membawa muatan listrik yang terdistribusi (menyebar) disekeliling elektroda grounding. Dengan cara seperti ini potensial di setiap tempat pada permukaan elektroda akan sama. Bila pada elektroda tersebut diberikan suatu muatan yang merata, maka kapasitansi dapat dihitung dengan metode potensial rata rata.

7.1.2 Dua batang elektroda tegak lurus ke dalam tanah

Susunan dari dua batang elektroda berbentuk selinder dengan panjang L yang ditanam tegak lurus ke dalam tanah dengan jarak antara ke dua elektroda tersebut sebesar S terlihat pada gambar di bawah. Nilai tahanan grounding dan tahanan jenis tanah yang relatif tinggi, maka untuk menguranginya dengan cara menanamkan batang-batang elektroda grounding dalam jumlah yang cukup banyak. Untuk dua batang elektroda grounding yang ditanam tegak lurus ke dalam tanah oleh Dwight, JL. Marshall dengan memperhatikan efek bayangan biasanya adalah dengan menghitung tegangan pada salah satu batang elektroda yang disebabkan oleh distribusi muatan yang merata di batang elektroda itu sendiri dan pada batang elektroda yang lain termasuk bayangannya. Dengan menghitung tegangan rata-rata yang disebabkan oleh muatan batang elektroda itu sendiri dan menghitung tegangan rata-rata yang disebabkan oleh muatan batang elektroda yang lain. Tegangan total rata-rata diperoleh dengan menjumlahkan antara keduanya.

7.1.3 Beberapa batang elektroda (Multiple-Rod) yang ditanam tegak lurus ke dalam tanah

Jika susunan batang – batang elektroda yang ditanam tegak lurus ke dalam tanah dalam jumlah yang lebih banyak, maka tahanan grounding akan semakin kecil dan distribusi tegangan pada permukaan tanah akan lebih merata. Penanaman elektroda yang tegak lurus ke dalam tanah dapat berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang dengan jarak antara batang elektroda grounding adalah sama seperti pada dalam gambar berikut :

Kesimpulan

Dari analisa ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
  • Bila struktur tanah dianggap homogen
    • Tahanan elektroda grounding untuk satu batang rod akan semakin kecil bila elektroda tersebut ditanam semakin jauh dari permukaan tanah
    • Untuk dua batang elektroda, bila jarak antara keduanya menjadi lebih besar dari panjang elektroda nilai tahanan grounding akan semakin kecil.
    • Bila jarak antara kedua elektroda menjadi semakin kecil dibandingkan dengan panjang elektroda diperoleh tahanannya semakin besar.
  • Dengan menganggap struktur tanah tidak homogen untuk satu batang elektroda diperoleh tanahan grounding yang lebih kecil dibandingkan dengan tanah homogen
  • Bilamana jumlah elektroda semakin banyak, tahanan groundingnya semakin kecil, baik pada tanah homogen maupun tidak homogen

SISTEM PENTANAHAN( GROUNDING SISTEM)



a. Semua bagian instalasi yang terbuat dari logam ( menghantar listrik) dan dengan mudah bisa disentuh manusia. Hal ini perlu agar potensial dari logam yang mudah disentuh manusia selalu sama dengan potensial tanah ( bumi) tempat manusia berpijak sehingga tidak berbahaya bagi manusia yang menyentuhnya.
b. Bagian pembuangan muatan listrik ( bagian bawah) dari lightning arrester. Hal ini diperlukan agar lightning arrester dapat berfungsi dengan baik, yaitu membuang muatan listrik yang diterimanya dari petir ke tanah ( bumi) dengan lancar.
c. Kawat petir yang ada pada bagian atas saluran transmisi. Kawat petir ini sesungguhnya juga berfungsi sebagai lightning arrester. Karena letaknya yang ada di sepanjang saluran transmisi, maka semua kaki tiang transmisi harus ditanahkan agar petir yang menyambar kawat petir dapat disalurkan ke tanah dengan lancar melalui kaki tiang saluran transmisi.
d. Titik netral dari transformator atau titik netral dari generator. Hal ini diperlukan dalam kaitan dengan keperluan proteksi khususnya yang menyangkut gangguan hubung tanah.

Dalam praktik, diinginkan agar tahanan pentanahan dari titik-titik pentanahan tersebut di atas tidak melebihi 4 ohm.

Secara teoretis, tahanan dari tanah atau bumi adalah nol karena luas penampang bumi tak terhingga. Tetapi kenyataannya tidak demikian, artinya tahanan pentanahan nilainya tidak nol. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya tahanan kontak antara alat pentanahan dengan tanah di mana alat tersebut dipasang ( dalam tanah) . Alat untuk melakukan pentanahan ditunjukkan oleh Gambar 1.

Gambar 1. Macam-macam alat pentanahan.

Dari gambar 1 tampak bahwa ada empat alat pentanahan, yaitu:
1. Batang pentanahan tunggal ( single grounding rod) .
2. Batang pentanahan ganda ( multiple grounding rod) . Terdiri dari beberapa batang tunggal yang dihubungkan paralel.
3. Anyaman pentanahan ( grounding mesh) , merupakan anyaman kawat tembaga.
4. Pelat pentanahan ( grounding plate) , yaitu pelat tembaga.

Tahanan pentanahan selain ditimbulkan oleh tahanan kontak tersebut diatas juga ditimbulkan oleh tahanan sambungan antara alat pentanahan dengan kawat penghubungnya. Unsur lain yang menjadi bagian dari tahanan pentanahan adalah tahanan dari tanah yang ada di sekitar alat pentanahan yang menghambat aliran muatan listrik ( arus listrik) yang keluar dari alat pentanahan tersebut. Arus listrik yang keluar dari alat pentanahan ini menghadapi bagian-bagian tanah yang berbeda tahanan jenisnya. Untuk jenis tanah yang sama, tahanan jenisnya dipengaruhi oleh kedalamannya. Makin dalam letaknya, umumnya makin kecil tahanan jenisnya, karena komposisinya makin padat dan umumnya juga lebih basah. Oleh karena itu, dalam memasang batang pentanahan, makin dalam pemasangannya akan makin baik hasilnya dalam arti akan didapat tahanan pentanahan yang makin rendah.

Gambar 2. Batang pentanahan beserta aksesorisnya.

Gambar 2 menggambarkan batang pentanahan beserta aksesorisnya, yaitu; ( 1) Konduktor tanah, ( 2) Penghubung antara konduktor dengan elektroda tanah, dan ( 3) Elektroda tanah.

Gambar 3. Batang pentanahan dan lingkaran pengaruhnya ( sphere of influence) .

Sedangkan gambar 3 menggambarkan batang pentanahan beserta lingkaran pengaruhnya ( sphere of influence) didalam tanah. Tampak bahwa makin dalam letaknya di dalam tanah sampai kedalaman yang sama dengan kedalaman batang pentanahan, dan lingkaran pengaruh ini makin dekat dengan batang pentanahan. Hal ini disebabkan oleh adanya variasi tahanan jenis tanahnya, seperti ditunjukan oleh tabel tahanan jenis tanah dibawah ini.

Tabel 1. Tahanan jenis berbagai macam tanah dan tahanan pentanahannya.

Tabel 1 menunjukkan tahanan jenis berbagai macam tanah serta tahanan pentanahan dengan berbagai kedalaman dan apabila digunakan pita pentanahan ( grounding strip) dengan berbagai ukuran panjang. Dari tabel terlihat bahwa untuk memperoleh tahanan pentanahan 6 © di humus lembab, maka batang pentanahannya cukup dipancang sedalam 5 meter tetapi bila di pasir kering kedalamannya harus 165 meter.

Penjabaran tentang KKK

Pengertian K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) adalah secara filosofis suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil
karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur. Secara keilmuan adalah
merupakan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Seirama dengan derap langkah pembangunan negara ini kita akan memajukan
industri yang maju dan mandiri dalam rangka mewujudkan era industrialisasi. Proses
industrialisasi maju ditandai antara lain dengan mekanisme, elektrifikasi dan
modernisasi. Dalam keadaan yang demikian maka penggunaan mesin-mesin, pesawat-
pesawat, instalasi-instalasi modern serta bahan berbahaya mungkin makin meningkat.
Masalah tersebut di atas akan sangat mempengaruhi dan mendorong
peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja
dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu keselamatan dan kesehatan kerja yang
merupakan salah satu bagian dari perlindungan tenaga kerja perlu dikembangkan dan
ditingkatkan, mengingat keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan agar :
? Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja mendapat
perlindungan atas keselamatannya.
? Setiap sumber produksi dapat dipakai, dipergunakan secara aman dan efisien.
? Proses produksi berjalan lancar.
Kondisi tersebut di atas dapat dicapai antara lain bila kecelakaan termasuk
kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi. Oleh
karena itu setiap usaha kesehatan dan keselamatan kerja tidak lain adalah usaha
pencegahan dan penanggulangan dan kecelakaan di tempat kerja.
Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk
mengenal dan menemukan sebab-sebabnya, bukan gejala-gejalanya untuk kemudian
sedapat mungkin menghilangkan atau mengeliminirnya. Untuk itu semua pihak yang
terlibat dalam usaha berproduksi khususnya para pengusaha dan tenaga kerja
diharapkan dapat mengerti dan memahami serta menerapkan kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) di tempat masing-masing.
Modul ini disusun sebagai materi pengantar K3 ( Kesehatan dan Keselamatan
Kerja) agar peserta diklat mempunyai kompetensi tentang pengetahuan K3 dan
penerapannya di industri.

A. PRASYARAT
Untuk memudahkan peserta diklat memahami unit modul ini, maka sebaiknya
telah memahami terlebih dahulu :
1. Isi Undang-Undang No. 14 tahun 1969. Tentang Ketentuan Pokok Mengenai
Ketenagakerjaan.
2. Isi Undang-Undang No. 1. tahun 1970. Tentang Keselamatan Kerja
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per. 04/Men/1980 tentang
syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
B. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
Modul ini merupakan modul untuk mencapai Kompetensi Umum menyangkut
Kegiatan Menjaga Kesehatan dan Keselamatan Dalam Bekerja, terdiri dari beberapa
Kegiatan Belajar yang secara total memerlukan 6 Jam untuk kegiatan/kerja fisik
a. Petunjuk Bagi Peserta Diklat
1. Modul ini disusun sebanyak 2 unit pembelajaran yang saling berkaitan. Peserta
diklat diwajibkan mampu menguasai masing – masing unit pembelajaran tersebut
secara mandiri.
2. Unit pembelajaran 1 tentang Higiene dan Sanitasi Perusahaan.
3. Unit pembelajaran 2 tentang Keselamatan Kerja (K3)
4. Setelah mampu menguasai modul ini, peserta diklat dapat mengajukan rencana pre
konsultasi kepada instruktur ( assesor internal ) dalam rangka sertifikasi.
5. Rundingkan dengan instruktur waktu pelaksanaan penilaian keterampilan, sampai
peserta diklat mendapat pengakuan kompenten terhadap sanitasi, higien dan
keselamatan kerja.
b. Petunjuk Bagi Instruktur
Mewajibkan instruktur mempersiapkan atau mengusahakan ketersediaan bahan
baku dan bahan tambahan maupun peralatan yang diperlukan. Membagi kelompok
kerja untuk para peserta diklat sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan
sebelum melakukan sanitasi, higien dan keselamatan kerja secara mandiri.
1. Lakukan kunjungan (exursi) dengan peserta diklat ke industri untuk
mendapat wawasan tentang menjaga higienis bahan pangan, kesehatan dan
keselamatan kerja
2. Demonstrasikan tentang implementasi kegiatan sanitasi, higien dan
keselamatan kerja pada setiap proses produksi. Instruktur seyogyanya
kompeten. Datangkan instruktur tamu dari industri tentang sanitasi, higien
dan keselamatan kerja setempat apabila mengalami kesulitan
3. Instruktur merencanakan proses penilaian meliputi kegiatan merencanakan
penilaian, mempersiapkan peserta, menyelenggarakan penilaian dan
meninjau ulang penilaian.
Tahap Rencana Penilaian
instruktur perlu mengidentifikasi konteks dan tujuan bagi penilaian,
mengidentifikasi bukti apa yang diperlukan, memilih metoda dan mengembangkan
alat-alat penilaian, membangun sebuah prosedur pengumpulan bukti dan
mengorganisir penilaian.
a. Tahap mempersiapkan peserta: identifikasi dan jelaskan tujuan penilaian,
membahas unit yang sedang dinilai dan memastikan bahwa peserta diklat
mengerti, membahas kebijakan apa saja yang relevan untuk memastikan
peserta mengerti implikasinya, mengidentifikasi kesempatan mengumpulkan
bukti, memastikan peserta diklat mengerti tentang kriteria unjuk kerja.
b. Tahap menyelenggarakan penilaian: instruktur perlu mengumpulkan bukti,
membuat keputusan penilaian, mencatat hasil dan memberikan umpan balik
penilaian kepada peserta.
c. Tahap meninjau ulang penilaian : instruktur perlu meninjau ulang metode
dan prosedur dengan orang yang relevan termasuk peserta diklat,
mengusulkan perubahan sesuai dengan prosedur.
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini peserta diklat mampu :
A. Aspek Pengetahuan
? Dapat menyebutkan batasan dari sanitasi, higien dan keselamatan kerja.
? Dapat menyebutkan ruang lingkup sanitasi, higien dan keselamatan kerja.
? Dapat menyebutkan dampak bagi perusahaan dan lingkungan pentingnya
sanitasi, higien dan keselamatan kerja.
B. Aspek Sikap
? Melakukan sanitasi, higien dan keselamatan kerja pada diri sendiri dan
lingkungannya.
? Peduli terhadap sanitasi, higien dan keselamatan kerja
? Melaksanakan sanitasi, higien dan keselamatan kerja dengan benar
? Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
C. Aspek Keterampilan
? Disiplin, tanggap dan cekatan dalam tugas
? Memakai dan menggunakan peralatan sanitasi, higienis dan keselamatan
kerja dengan benar
? Mengoperasikan peralatan sanitasi, higien dan keselamatan kerja.
? Merawat peralatan fasilitas sanitasi higiene dan keselamatan kerja.
? Mengganti dan memasang peralatan dan fasilitas sanitasi, higien dan
keselamatan kerja dengan benar.
Persyaratan Unjuk Kerja
1. Konteks Unit Kompetensi
Unit ini berlaku untuk kerja yang dilakukan sehubungan dengan prosedur,
peraturan dan persyaratan pemberian lisensi, hukum, industrial dan perjanjian
ataupun kesepakatan perusahaan. Prosedur perusahaan mencakup SOP terkait,
prosedur bahaya yang mungkin timbul, cara konsultasi, pengaduan, partisipasi,
tanggapan atas sesuatu yang menyangkut K3 di perusahaan itu, termasuk bahaya yang
datang walaupun dianggap kurang substansial dan kewajiban perawatan menurut
perundangan peraturan K3 yang berlaku. Informasi tempat kerja dapat mencakup juga
Standar Prosedur Operasional atau SOP, spesifikasi, jadwal produksi, tabel dan tata
tertib, K3, tanda/simbol/gambar menyangkut keselamatan, pesan, permintaan
ataupun instruksi lisan atau tertulis, tentang fungsi kerja, kebijakan perusahaan, tata
kerja, hak dan kewajiban, jabatan dll.
2. Kebijakan/Prosedur Tersedia
Kebijakan dan/atau prosedur yang berkaitan dengan unit ini antara lain
meliputi :
? KKB (Kesepakatan Kerja Bersama)
? Perundangan/peraturan K3
? SOP
? Tata tertib kerja, laporan usulan/saran, pengaduan, dll yang relevan.
3. Peralatan dan Fasilitas Yang Diperlukan
Pelaksanaan kegiatan ini memerlukan perlengkapan/peralatan yang memadai,
seperti :
? Peralatan/fasilitas pemadam kebakaran, obat – obatan dan PPPK.
? Tanda /label menyangkut bahan berbahaya seperti mudah terbakar, beracun,
mudah meledak, dll.
? Panduan jika terjadi kecelakaan, kebakaran, dsb.
Acuan Penilaian
1. Prosedur penilaian
? Penilaian dilakukan beberapa kali, menggunakan standar penilaian tertentu atau
yang berlaku, terhadap beberapa aspek mencakup pemahaman teoritis,
keterampilan melakukan jenis dan urutan kerja yang benar, hasil pengamatan/hasil
kerja, laporan dan beberapa aspek terkait lainnya. Termasuk juga penilaian atas
aspek sikap yang mencakup kedisiplinan, kehati – hatian, kecermatan, ketaatan
tanggung jawab dan inisiatif.
2. Persyaratan Awal atau kaitan dengan Unit Kompetensi lain.
Persyaratan awal yang diperlukan sebelum menguasai unit mencakup
pemahaman dan keterampilan dasar seperti hitungan dasar (aritmatika), kimia
(beberapa zat atau bahan mudah meledak dan beracun), tentang lingkup kerja
kegiatan di perusahaan, serta tidak tuli dan buta warna.
3. Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap Penunjang
Kemampuan :
a. Mengakses dan menerapkan informasi berdasarkan kebijakan kesehatan dan
keselamatan serta prosedur lain yang terkait.
b. Menggunakan pakaian dan peralatan pelindung yang sesuai
c. Secara teratur memeriksa adanya bahaya kesehatan dan keselamatan di
tempat kerja, termasuk identifikasi dari penanganan barang yang berbahaya.
d. Mengenali dan melaporkan adanya bahaya menurut prosedur di tempat kerja,
meliputi prosedur pemeriksaan tempat kerja dan melaporkannya kepada pihak
yang berwenang sesuai dengan cara yang berlaku dan pada waktu yang tepat.
e. Mengikuti prosedur cara kerja yang aman, misalnya merujuk prosedur
pengendalian resiko bahaya.
f. Menjaga standar pemeliharaan tempat kerja.
g. Mengikuti prosedur keadaan darurat termasuk jika harus ada evakuasi
h. Menangani barang – barang berbahaya berdasar prosedur keamanan kerja.
i. Menggunakan peralatan gawat darurat
Pengetahuan :
a. Pentingnya OHS terhadap diri sendiri dan orang lain
b. Peran, hak dan tanggung jawab pemberi kerja dan diri sendiri
c. Lokasi dan tata ruang , mencakup pula lokasi pintu darurat
d. Penandaan, lambang, isyarat dan pelabel yang berkenaan dengan K3
e. Personil K3 dan pengaturan kewajiban para manajer dan wakil, dan pegawai K3
f. Penempatan dan tujuan penggunaan peralatan perlindungan pribadi dan
peralatan keadaan darurat di dalam area pekerjaan. Ini meliputi fasilitas dan
personil P3K.
g. Persyaratan penggunaan, penyimpanan dan pemeliharaan pakaian pelindung
dan peralatan pribadi yang digunakan
h. Lokasi/sumber peringatan adanya bahaya, meliputi kesadaran tentang K3,
penanganan bahan kimia dan pemahaman personil di tempat kerja
i. Bahaya seperti resiko yang berhubungan dengan pekerjaan dan area pekerjaan
yang mencakup manual penanganan bahan – bahan beresiko
j. Kunci pengendalian resiko yang relevan terhadap tempat kerja, me liputi
penggunaan/penanganan secara manual, penanganan bahan kimia, dll. Jika
peralatan dioperasikan juga meliputi suatu kesadaran tentang alat penghntian,
keadaan darurat dan penjagaan keamanan.
k. Praktik kerja secara aman, meliputi manual penanganan secara aman dan
penanganan bahan kimia sebagaimana dianjurkan
l. Prosedur untuk mengeluarkan suatu peringatan tentang bahaya, tanggung
jawab, jawab laporan, penempatan dan penggunaan alarm keselamatan,
sistem, personil dan prosedur keadaan gawat darurat
m. Persyaratan penanganan dan penyimpanan barang berbahaya yang digunakan di
dalam area pekerjaan dan prosedur penggunaan peralatan pengendalian barang
berbahaya
4. Aspek Kritis Penilaian
Aspek kritis yang penting terutama adalah kompetensi atau hasil pelatihan yang
matang menyangkut pengetahuan K3, bahan beresiko dan peralatannya, selain juga
diperlukan sikap disiplin, cermat, hati – hati, waspada, tanggap, cekatan, dan
bertanggung jawab.
B. KEGIATAN BELAJAR
a. Tujuan Kegiatan Pembelajaran
? Dapat menyebutkan dasar – dasar dan prinsip – prinsip kesehatan dan
keselamatan kerja.
? Dapat menyebutkan masalah atau bahay a utama yang dapat terjadi pada
proses pengolahan.
? Dapat membuat program sanitasi, higien dan keselamatan kerja yang baku
untuk industri – industri yang berbeda.
? Dapat melakukan tindakan yang sesuai dengan dasar dan prinsip sanitasi,
higien dan keselamatan kerja.
b. Uraian Materi
1. Kesehatan Kerja di Perusahaan
a. Pengertian Kesehatan
Kesehatan perusahan adalah spesialisasi dalam ilmu higiene beserta prakteknya
yang dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kwalitatif
dan kwantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang
hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta
bila perlu pencegahan, agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan
terhindar dari bahaya akibat kerja serta dimungkinkan mengecap derajat kesehatan
setinggi-tingginya.
Prinsip – prinsip dan dasar – dasar sanitasi dan higiene perlu dipelajari dengan
baik sehingga suatu perusahaan pengolahan hasil pertanian akan dapat
mengembangkan dan menetapkan metoda ataupun program sanitasi, higiene dan
keselamatan kerja yang baik, yang diberlakukan di perusahaan tersebut. Adanya suatu
program sanitasi dan higiene yang baku akan dapat digunakan sebagai tolak ukur
menilai apakah suatu kondisi saniter telah tercapai dan terpelihara dengan baik atau
belum.
Hakekat higiene perusahaan dan kesehatan kerja adalah dua hal :
1). Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja
bebas, dengan demikian dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja.
2). Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada
meningginya effisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi.
Oleh karena hakikat tersebut selalu sesuai dengan maksud dan tujuan
pembangunan di dalam suatu negara, maka Higiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja selalu harus diikutsertakan dalam pembangunan tersebut.
Progran sanitasi Higiene perusahaan dan keselamatan kerja baku ini harus
mencakup semua aspek produksi. Program ini hendaknya diterapkan mulai dari aspek-
aspek urusan rumah tangga umum, penanganan dan penyimpanan bahan baku,
pengolahan, penggudangan, sampai kepada usaha-usaha pengendalian binatang
pengganggu, pembuangan dan penanganan limbah dan fasilitas umum lainnya,
sedangkan program higiene terutama mencakup higiene pekerja, meliputi aspek
kesehatan umum, kebersihan, dan penampilan umum.
Tujuan utama dari Higien Perusahan dan Kesehatan Kerja adalah menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan demikian mungkin dicapai, oleh karena
terdapatnya korelasi diantara derajat kesehatan yang tinggi dengan produktivitas keja
atau perusahaan, yang didasarkan kenyataan-kenyataan sebagai berikut :
1). Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya, pekerja harus dilakukan
dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Lingkungan dan cara dimaksud meliputi di antaranya tekanan panas, penerangan di
tempat kerja, debu di udara ruang kerja, sikap badan, penserasian manusia dan
mesin, pengekonomian upaya. Cara dan ligkungan tersebut perlu disesuaikan juga
dengan tingkat kesehatan dan keadaan gizi tenaga kerja yang bersangkutan.
2). Biaya dari kecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja, serta penyakit umum
yang meningkat jumlahnya oleh karena pengaruh yang memburukkan keadaan oleh
bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh pekerjaan adalah sangat mahal dibandingkan
dengan biaya untuk pencegahannya. Biaya-biaya kuratif yang mahal seperti itu
meliputi pengobatan, perawatan di rumah sakit, rehabilitasi, absenteisme,
kerusakan mesin, peralatan dan bahan oleh karena kecelakaan, terganggunya
pekerjaan, dan cacat yang menetap.
b. Kondisi-kondisi Kesehatan Yang Menyebabkan Rendahnya Produktivitas Kerja
Bedasarkan hasil survey dan pengamatan Lembaga Nasional Higiene Perusahaan
dan Kesehatan Kerja Departemen Tenaga Kerja tentang kesehatan yang berhubungan
dengan produktifitas kerja diperoleh gambaran terlihat adanya kondisi-kondisi
kesehatan yang ditinjau dari sudut produktivitas tenaga kerja sangat tidak
menguntungkan. Adapun kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut
1. Penyakit Umum
Baik pada sektor pertanian, maupun sektor pertambangan, industri, dan lain-
lainnya, penyakit yang paling banyak terdapat adalah penyakit infeksi, penyakit
endemik dan penyakit parasit.
2. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit seperti pneumoconioses, dermatoses akibat kerja, keracunan-
keracunan bahan kimia, gangguan-gangguan menatal psikologi akibat kerja, dan lain-
lain benar-benar terdapat pada tenaga kerja.
3. Kondisi Gizi
Keadaan gizi pada buruh-buruh menurut pengamatan yang pernah dijalankan
sering tidak menguntungkan ditinjau dari sudut produktivitas kerja. Adapun keadaan
gizi kurang baik dikarenakan baik dikarenakan penyakit-penyakit endemis dan
parasitis, kurangnya pengertian tentang gizi, kemampuan pengupahan yang rendah,
dan beban kerja yang terlalu besar.
4. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja sering kurang membantu untuk produktivitas optimal tenaga
kerja. Keadaan suhu, kelembaban, dan gerak udara memberikan suhu efektif diluar
kenikmatan kerja.
5. Perencanaan
Perencanaan atau pemikiran tentang penserasian manusia dan mesin serta
perbaikan cara kerja sesuai dengan modernisasi yang berprinsip sedikit-dikitnya energi
tetapi setinggi-tingginya output kerja pada umumnya belum diketahui. Untuk
mengatasi pengaruh buruk, dari kondisi-kondisi kesehatan kepada pembangunan tanah
air, khususnya meliputi sektor tenaga kerja produktif, maka perlu dibina keahlian
higiene perusahaan dan kesehatan kerja sebagai inti keahlian. Dan perlu dibina
keahlian tenaga kesehatan pada tingkat perusahaan dan perlu ditingkatkan pengerahan
tenaga-tenaga kesehatan kedalam sektor produksi.
c. Sanitasi Peralatan dan Proses Pengolahan
1. Lokasi pabrik hendaknya tidak terletak pada arah angin dari sumber
pencemaran debu, asap, bau dan pencemaran lainnya, jarak antara sumber
pencemaran dengan pabrik tidak boleh kurang dari 100 meter.
2. Bangunan pabrik harus terpisah dari pemukiman dan terbuat dari bahan yang
kokoh.
3. Pekarangan di sekeliling lokasi pabrik atau unit pengolahan hendaknya selalu
dipelihara kebersihannya. Kebersihan yang terjaga dengan baik akan
mengurangi potensi bahaya dan masalah yang mengancam kelancaran proses
produksi.
4. Lantai, gang, tangga dan jalan keluar / masuk ruang pengolahan harus bersih,
bebas sampah, tidak licin dan tidak berminyak, bebas oli, dan tidak ada air
yang menggenang.
5. Kondisi lantai secara umum harus bersih, kedap air, tidak licin, rata sehingga
mudah dibersihkan dan tidak ada genangan air.
6. Dinding tembok, jendela, langit-langit, kerangka bangunan, perpipaan, lampu-
lampu dan benda lain yang berada di sekitar ruang pengolahan harus dalam
kondisi bersih.
7. Kondisi umum bangunan harus memperhatikan aspek pencahayaan dan ventilasi
yang baik. Ventilasi harus tersedia dengan cukup dan berfungsi dengan baik.
Pencahayaan atau penerangan hendaknya tersebar secara merata dan cukup di
semua ruangan, namun hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak
menyilaukan.
8. Kamar mandi dan WC, tempat cuci kaki dan tangan juga harus selalu dijaga
kebersihannya. Pada fasilitas ini perlu tersedia air yang cukup, tissue /
pengering, sabun, dan tempat sampah. WC dan kamar mandi hendaknya
terletak jauh dari ruang pengolahan.
d. Penanganan dan Penyimpanan Bahan Baku
1. Alat –alat yang digunakan untuk penanganan dan penyimpanan bahan baku baik
alat yang utama atau alat pembantu lainnya harus selalu dalam keadaan baik,
utuh dan bersih.
2. Ruang penyimpanan harus selalu bersih, bebas dari binatang pengganggu.
3. Jika bahan baku disimpan dalam kotak-kotak ataupun kemasan lainnya, maka
untuk penyimpanannya perlu disusun dengan baik dan teratur, misalnya dengan
menggunakan rak-rak atau pallet. Pengaturan ini bertujuan untuk
mempermudah pada waktu pemeriksaan dan pemeliharaan kebersihan.
4. Tumpahan bahan baku pada lantai hendaknya segera dibersihkan, jangan
dibiarkan tercecer karena dapat mengundang binatang atau pun serangga yang
tidak diinginkan.
e. Peralatan dan Fasilitas Pengolahan
1. Semua peralatan yang digunakan untuk penanganan dan pengolahan harus selalu
diperhatikan kebersihannya, dan juga alat tersebut harus terbuat dari bahan
yang tidak mudah rusak.
2. Setelah penggunaan alat selesai atau pekerjaan telah selesai semua peralatan
tersebut dibersihkan dan ruangan yang digunakan harus dibersihkan juga
dengan bahan saniter.
3. Saniter adalah senyawa kimia yang dapat membantu membunuh bakteri dan
mikroba
4. Ketel, wadah pencampuran, tong-tong, drum-drum dan peralatan lain yang
mempunyai mulut besar dan terbuka harus dilindungi dari kemungkinan
kontaminasi
5. Semua platform harus dikonstruksi dengan baik sehingga tidak menjadi sumber
kontaminasi bagi proses atau produk di bagian bawahnya.
6. Air yang digunakan dalam pencucian alat hendaknya air yang bersih yang
memenuhi persyaratan sanitasi, sehingga mencegah kontaminasi. Air bersih
mempunyai ciri-ciri antara lain tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau
f. Fasilitas Penggudangan
1. Ruangan, dinding, bangunan dan pekarangan bangunan harus selalu bersih,
bebas sampah dan kotoran.
2. Barang barang yang disimpan dalam gudang harus diatur dan disusun secara
baik dan teratur, dengan menyisakan jarak yang cukup, baik jarak antar
tumpukan maupun dengan dinding tembok
3. Barang yang telah rusak atau bahan baku yang telah busuk, hendaknya diambil
dan dipisahkan dari barang-barang yang masih baik.
g. Pembuangan limbah
Dengan semakin besarnya skala usaha, maka semakin banyak pula limbah yang
dihasilkan. Maka dari itu perlu dilakukan penanganan terhadap limbah yang dihasilkan
tersebut, seperti :
1. Saluran pembuangan limbah cair harus dikonstruksi dengan baik sehingga proses
pembuangan limbah cair tidak terhambat.
2. Tempat penampungan hendaknya dibuat, jangan langsung dibuang ketempat
umum karena akan mengganggu dan mencemari lingkungan umum.
3. Jika produksi sampah / limbah cair ternyata cukup tinggi, atau telah
mengakibatkan ganggguan pencemaran adalah indikasi awal bahwa masalah
pencemaran itu lingkungan telah terjadi, maka disarankan untuk berkonsultasi
dengan badan pengelolaan limbah.
4. Pemanfaatan limbah adalah sebagai tambahan makanan / minuman untuk ternak
5. Untuk sampah yang kering dan padat perlu disediakan tempat pembuangan
sampah padat yang cukup,baik kebersihannya maupun ukurannya sesuai dengan
jumlah sampah diproduksi.
4. Keselamatan Kerja
a. Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,
alat kerja, bahan dan proses pengolaannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja menyangkut segenap proses
produksi dan distribusi, baik barang maupun jasa. Salah satu aspek penting sasaran
keselamatan kerja, mengingat risiko bahayanya adalah penerapan teknologi, terutama
teknologi yang lebih maju dan mutakhir. Keselamatan kerja adalah tugas semua orang
yang bekerja. Keselamatan kerja adalah dari, oleh, dan untuk setiap tenaga kerja
serta orang lainnya, dan juga masyarakat pada umumnya.
Tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja
dinilai seperti berikut :
1. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat
dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik
adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja.
2. Analisa kecelakaan secara nasional berdasarkan angka-angka yang masuk atas
dasar wajib lapor kecelakaan dan data kompensasinya dewasa ini seolah-olah
relatif rendah dibandingkan banyaknya jam kerja tenaga kerja
3. Potensi-potensi bahaya yang mengancam keselamatan pada berbagai sektor
kegiatan ekonomi jelas dapat diobservasikan, misalnya sektor industri disertai
bahaya-bahaya potensial seperti keracunan-keracunan bahan kimia,
kecelakaan-kecelakaan oleh karena mesin, kebakaran, ledakan-ledakan, dan
lain-lain
4. Menurut observasi, angka frekwensi untuk kecelakaan-kecelakaan ringan yang
tidak menyebabkan hilangnya hari kerja tetapi hanya jam kerja masih terlalu
tinggi.
5. Analisa kecelakaan memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada
faktor penyebabnya. Sebab-sebab tersebut bersumber kepada alat-alat
mekanik dan lingkungan serta kepada manusianya sendiri. Sebanyak 85 % dari
sebab-sebab kecelakaan adalah faktor manusia.
b. Keselamatan Kerja dan Perlindungan Tenaga Kerja
Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu
perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Jelas bahwa keselamatan kerja
adalah satu segi penting dari perlindungan tenaga kerja. Dalam hubungan ini, bahaya
yang dapat timbul dari mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
keadaan tempat kerja, lingkungan, cara melakukan pekerjaan, karakteristik fisik dan
mental dari pada pekerjaannya, harus sejauh mungkin diberantas dan atau
dikendalikan.
c. Keselamatan Kerja dan Peningkatan Produksi dan Produktivitas
Keselamatan kerja erat bersangkutan dengan peningkatan produksi dan
produktivitas. Produktivitas adalah perbandingan di antara hasil kerja (out put) dan
upaya yang dipergunakan (in put ). Keselamtan kerja dapat membantu peningkatan
produksi dan produktivitas atas dasar :
1. Dengan tingkat keselamatan kerja yang tinggi, kecelakaan-kecelakaan yang
menjadi sebab sakit, cacat dan kematian dapat dikurangi atau ditekan sekecil-
kecilnya, sehingga pembiayaan yang tidak perlu dapat dihindari.
2. Tingkat keselamatan yang tinggi sejalan dengan pemeliharaan dan penggunaan
peralatan kerja dan mesin yang produktif dan efisien dan bertalian dengan
tingkat produksi dan produktivitas yang tinggi.
3. Keselamatan kerja yang dilaksanakan sebaik-baiknya dengan partisipasi
pengusaha dan buruh akan membawa i lim keamanan dan ketenagaan kerja,
k
sehingga sangat membantu bagi hubungan buruh dan pengusaha yang
merupakan landasan kuat bagi terciptanya kelancaran produksi.
d. Latar Belakang Sosial-Ekonomi dan Kultural
Keselamatan kerja memiliki latar belakang sosial-ekonomi dan kultural yang
sangat luas. Tingkat pendidikan, latar belakang kehidupan yang luas, seperti
kebiasaan-kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan, dan lain-lain erat bersangkutan paut
dengan pelaksanaan keselamatan kerja. Demikian juga, keadaan ekonomi ada sangkut
pautnya dengan permasalahan keselamatan kerja tersebut.
Pembangunan adalah bidang ekonomi dan sosial maka keselamatan kerja lebih
tampil kedepan lagi dikarenakan cepatnya penerapan teknologi dengan segala seginya
termasuk problematik keselamatan kerja menampilkan banyak permasalahan
sedangkan kondisi sosial kultural belum cukup siap untuk menghadapinya.
Keselamatan harus ditanamkan sejak anak kecil dan menjadi kebiasaan hidup
yang dipraktekkan sehari-hari. Keselamatan kerja merupakan suatu bagian dari
keselamatan pada umumnya, masyarakat harus dibina penghayatan keselamatan
kearah yang jauh lebih tinggi dan proses pembinaan ini tidak pernah ada habis-
habisnya sepanjang kehidupan manusia
e. Metoda Pencegahan Kecelakaan
Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan :
1. Peraturan perundangan yaitu ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-
kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan,
pemeliharaan pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan industri, tugas-
tugas pengusaha dan buruh, latihan supervisi medis, P3K, dan pemeriksaan
kesehatan.
2. Standarisasi yaitu penetapan standar-standar resmi setengah resmi atau tak
resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat
keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek
keselamatan dan higiene umum, alat-alat pelindung diri.
3. Pengawasan yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan
perundangan-undangan yang diwajibkan
4. Penelitian bersifat teknik yang meliputi sifat dan ciri bah an yang berbahaya,
penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri,
penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu, penelaahan tentang
bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat.
5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan
patologis, faktor-faktor lingkungan dan teknologis dan keadaan fisik yang
mengakibatkan kecelakaan
6. Penelitian psikologis yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
7. Penelitian syarat statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang
terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-
sebabnya.
8. Pendidikan yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik,
sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.
9. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga
kerja yang baru dalam keselamatan kerja
10. Penggairahan yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain
unuk menimbulkan sikap untuk selamat.
11. Asuransi yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan
misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika
tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.
12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama
efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah,
kecelakaan-kecelakaan terjadi sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu
perusahaan tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh
semua pihak yang bersangkutan.
13. Organisasi K3, dalam era industrialisasi dengan kompleksitas permasalahan dan
penerapan prinsip manajemen modern, masalah usaha pencegahan kecelakaan
tidak mungkin dilakukan oleh orang perorang atau secara pribadi tapi
memerlukan keterlibatan banyak orang, berbagai jenjang dalam organisasi yang
memadai.
Organisasi ini dapat berbentuk struktural seperti Safety Departemen
(Departemen K3), fungsional seperti Safety Committee (Panitia Pembina K3). Agar
organisasi K3 ini berjalan dengan baik maka harus didukung oleh adanya :
? Seorang pimpinan (Safety Director)
? Seorang atau lebih teknisi (Safety Engineer)
? Adanya dukungan manajemen
? Prosedur yang sistimatis, kreativitas dan pemeliharaan motivasi dan moral
pekerja.
Pernyataan di atas sesuai menurut International Labour Office (ILO) tentang
langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menanggulangi kecelakaan kerja.

Senin, 07 November 2011

sistem pemerintahan neg indonesia

Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Eric - Presentation Transcript
1. “ Pelaksanaan sistem pemerintahan di INDONESIA” Oleh Eric (XII IPS)
2. Sejarah sistem pemerintahan indonesia
o Dalam UUD 1945 yang disahkan pasda tangagal 18 Agustus 1945, mencantumkan Indonesia sebagai nengara yang menganut Sistem Presidensil. Tetapi setelah tiga bulan berjalan, telah timbul suatu penyimpangan terhadap UUD 1945, yakni dibentuknya sebuah kabinet parlementer dengan Sultan Syahrir sebagai perdana menteri Kabinet I.Pada waktu inilah Belanda mencitptakan juga sistem pemerintahan parlemen di Indonesia.
3. Sejarah sistem pemerintahan indonesia
o Adapun berberapa pemicu dibentuknya kabinet parlementer:
o Untuk menunjukkan kepada dunia barat (sekutu), bahwa Indonesia merupakan negara yang menganut paham demokrasi, dengan harapan sekutu akan mengakui kedaulatan Indonesia. Hal ini disebabkan karena negara-negara sekutu juga menggunakan sistem demokrasi liberal.
o Menyelamatkan Bangsa Indonesia dari kekuasaan yang diktaktor dan otoriter, karena saat itu kedudukan Presiden Soekarno sangat menonjol dan ditakutkan mengarah kepada kediktaktoran.
4. Sejarah Sistem pemerintahan Indonesia
o Sistem parlamenter yang dilaksanakan di Indonesia ini berlangsung selama satu dasawarsa, dan diwarnai dengan saling jatuh-menjatuhkan kabinet. Akhirnya, sistem presidensil ini baru terlihat menonjol saat dilaksanakan pada Orde Baru pada masa kepemimpinan Soeharto.
Presiden ke-2 RI
5. Ke arah pembaruan
o Suatu UUD yang baik adalah UUD yang mampu mentolerir perubahan dan pembauran agar bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan dinamika sosial kemasyrakatan, serta tidak menciptakan kemandulan hukum. Di dalam UUD 1945 sendiri memuat ketentuan yang memungkinkan terjadinya pembauran pasal-pasal dalam UUD 1945, yakni dalam Amandemen UUD 1945.
6. Sistem Pemerintahan ri di bawah uud 1945 (Sebelum amandemen) Indonesia Adalah Negara Hukum Sistem Konstitusional Kekukasaan Tertinggi Di tangan MPR Presiden Adalah Penyelengga Pemerintahan tertinggi Presiden Tidak Bertanggung jawab Kepada DPR Menteri Negara Tidak Bertangungjawab Kepada DPR Kekuasaan Kepada Negara Tidak tak Terbatas UUD 1945
7. Indonesia adalah negara hukum
o Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) & tidak berdasar atas kekuasaan (machtsstaat). Ini berarti bahwa negara, termasuk pemerintahan dan lembaga-lembaga negara dalam melaksanakan tugasnya harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
8. Sistem konstitusional
o Pemerintah Indonesia berdasar atas sistem konstitusional. Sistem ini memberikan ketegasan dalam hal pengendalian pemerintahan negara, yakni dengan ketentuan konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti GBHN, UU, dll.
Gedung Mahkamah Konstitusi
9. Kekuasaan tertinggi di tangan MPR
o Kedaulatan rakyat di Indonesia dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR, yang memiliki tugas:
o Mengubah dan menetapkan UUD
o Melantik presiden dan wakil presiden
o Memberhentikan presiden/wakil presiden dalam masa jabatannya
o Dalam hal ini, presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh MPR.
Gedung MPR DPR
10. Presiden adalah penyelenggaa pemerintahan tertinggi
o Dalam menjalankan kekuasaan pemerintah negara, tanggunjg jawab penuh ada di tangan Presiden. Presiden juga bertugas dan bertangung jawab untuk melaksanakan GBHN ataupun ketetapan MPR lainnya.
Pelantikan SBY (Presiden ke-6 RI) di Gedung MPR DPR
11. Presiden tidak bertangungjawab kepada dpr
o Kedudukan Presiden dengan DPR adalah sejajar. Dalam pembentukan UU dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Presiden tidak dapat membubarkan DPR dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
o Menteri, sebagai pembantu presiden, tidak bertangungjawab kepada DPR, sama halnya dengan kedudukan Presiden. Presiden lah yang memilih, mengangkat, dan memberikan, menteri-menteri negara.
12. Kekuasaan kepala negara terbatas
o Presiden yang selain bertangungjawab kepada MPR, harus juga memperhatikan suara DPR, karena:
o DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap presiden
o DPR juga berhak memberikan usulan kepada MPR untuk mengadakan SI untuk meminta pertangungjawaban presiden.
o Oleh karena itu, tugas kepala negara ini bersifat terbatas.
13. Sistem Pemerintahan ri di bawah uud 1945 (Sebelum amandemen)
o Dalam kurun waktu sampai 1949, baik mengenai bentuk negara maupun bentuk pemerintahan, masih tetap berlaku ketentuan UUD 1945, yaitu bentuk kesatuan dan republik. Akan tetapi, dalam pelaksannaan sistem pemerintahan ternyata masih terdapat penyimpangan dari ketentuan UUD 1945, terutama karena faktor politik.
14. Praktik ketatanegaraan yang dalam kurun waktu 1945-1949 yang tidak sesuai dengan uud 1945
o Berubahnya fungsi Komita Nasional Pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi tugas kekuasaan legislatif (seharusnya DPR) dan ikut menetapkan GBHN (seharusnya wewenang MPR), berdasrkan Maklumat Wakil Presiden No. X, tanggal 16 Oktober 1945.
o Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensil menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat yang disetujui oleh Presiden dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945.
Kabinet Presidensil Sultan Syahrir, PM dari Kabinet I Indonesia Kabinet Parlementer
15. SISTEM PEMERINTAH NEGARA RI DI BAWAH KONSTITUTSI RIS 1949
o Sistem pemerintahan yang dianut oleh Konstitusi RIS 1949 adalah sistem Parlementer Kabinet Semu (Quasi Parlementer) dan bukan kabinet parlamen yang murni. Dengan penjelasan:
o Pengangkatan PM dan pembentukan kabinet dilakukan oleh Presiden dan bukan oleh Parlamen sebagaimana lazimnya (Pasal 74 ayat 2)
o Kekuasaan PM masih dicampur tangan oleh presiden. Padahal Presiden merupakan kepala negara dan PM merupakan kepala pemerintahan.
o Pertangungjawaban meteri adalah kepada DPR, namun harus melalui Keputusan Pemerintah (Pasal 7 ayat 45)
o Parlamen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besar terhadap pemerintah.
o Presiden RIS mempunyai kedudukan Rangkat, yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintah padahal seharusnya terpisah.
16. Sistem pemerintahan negara ri di bawah uu dasar sementara
o Sistem pemerintah yang dianut oleh UUDS 1950 juga tidak jauh berbeda dengan konstitusi RIS 1949. Ciri sistem pemerintahan parlementer yang tampak dapat dilihat dari pasal 83 UUDS 1950:
o Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat
o Menteri-menteri bertangungjawab ayas keseluruhan kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri
o Akibat dari pelaksanaan UUD 1950 telah dirasakan Bangsa Indonesia, yakni kekacauan di bidang politik karena saling menjatuhkan kabinet, ekonomi karena krisis keuangan, dan keamanan. Timbul reaksi untuk kembali kepada sistem kabinet presidensil.
17. Pemberlakuan kembali uud 1945 pada demokrasi terpimpin
o Setelah pemberlakuan UUD 1945 kembali, rakyat menaruh harapan akan kehidupan ketatanegaraan yang stabil dan pemerintah presidensial yang demokratis. Akan tetapi, dengan penerapan Demkorasi Terpimpin menyebabkan terjadinya penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD.
o Penyimpangan ideologis, konsepsi Pancasila diganti dengan Nasakom
o Pemusatan kekuasaan Presiden dengan wewenang yang melebihi ketentuan UUD 1945, yaitu membentuk produk hukum tanpa persetujuan dari DPR
o Dalam MPRS NO III/MPRS/1963 mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
o Kedudukan MPRS dan DPRS dijadikan menteri negara sebagai pembantu presiden
18. Sistem pemerintahan pada orde baru
o Selama rezim Orde Baru tidak terjadi perubahan sistem pemerintahan. Akan tetapi, pelaksanaan lembaga kepresidenan sangat dominan. Hal ini daspat dilihat di dalam UUD 1945 yang menyatakan tugas dan kewenangan presiden mencakup tidak hanya bidang eksekutif, tetapi juga dalam bidang legislatif dan yudikatif. Selain itu, kelembagaan negara dan organisasi sosial politik cenederung berjalan kurang seimbang dan proposional.
Penurunan Presiden Soeharto atas desakan masyarakat setelah krisis tahun 1997.
19. Sistem Pemerintahan negara ri di bawah uud 1945 setelah amandemen
o Salah satu tuntutan reformasi adalah amandemen terhadap UUD 1945. Akan tetapi, tujuh pokok sistem pemerintahan negara RI yang dianut oleh UUD 1945 tetap dipertahankan. Yang berarti bahwa Negara Indonesia masih menganut pemerintahan presidensial
20. Hasil AMANEMEN YANG MENGATUR SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL
o Pasal 1 ayat 3 UUD 1945$, “Negara Indonesia adalah negara hukum”
o Kekukasaan negara tertinggi ada di tangan MPR yang terdiri dari DPR & DPRD yang memiliki wewenang untuk megangankat atau memberhentikan Presiden dan Wapres, menetapakn UUD dan GBHN
o Presiden adalah penyeleggara pemerintahan tertinggi menurut UUD.
o Presiden tidak bertangungjawab kkepada DPR
o Dalam Kekuasaan negara tertinggi ada di tangan MPR yang memiliki wewenang mengangkat presiden dan wapres, menetapkan UUD, dang menjalankan tugas-tugasnya, presiden deibatanu oleh para menteri. Pembantu presiden ini bertanggung jawab kepada Presiden
o Kekuakasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.